Kisah Pembangunan Masjid Nabawi Madinah

Pasca hijrah dari Makkah, kurang lebih tujuh bulan lamanya Nabi SAW bertempat tinggal di rumah Abu Ayyub RA. Yaitu sejak beliau datang di Madinah sampai mendirikan masjid dan rumah sendiri.
Pada saat Nabi hendak mendirikan sebuah masjid, beliau mengumpulkan keluarga dari Bani Najjar.

Setelah mereka berkumpul, beliau bersabda kepada para ketua mereka, “Hai sekalian Bani Najjar, hendaklah kamu sekalian menerangkan harga sebenarnya dari kebun-kebun kamu kepadaku karena aku hendak membeli kebun-kebun itu.”
Para sahabat yang mendengar seruan Rasulullah kemudian menjawab, “Wahai Rasulullah, kami tidak akan menghargai kebun-kebun itu kecuali pada Allah belaka.”
Nabi tidak mau menerima jawaban mereka itu dan meminta kepada mereka supaya kebun-kebun dan tanah-tanah yang dikehendaki oleh beliau itu diberi harga, sekalipun dengan harga yang rendah, termasuk tempat yang digunakan untuk mengeringkan kurma kepunyaan kedua anak yatim yang bernama Sahal dan Suhail itu.
Adapun tanah yang hendak ditempati untuk mendirikan masjid itu sebagian adalah kebun kepunyaan As’ad bin Zurarah, sebagian tanah kepunyaan kedua anak yatim tersebut, dan sebagian tanah kuburan kaum musyrikin yang telah rusak.
Tanah kepunyaan kedua anak yatim itu dibeli oleh Nabi dengan harga sepuluh dinar dan Abu Bakar RA disuruh membayarnya. Adapun tanah kuburan lama serta tanah kepunyaan As’ad bin Zurarah hanya diserahkan dengan sukarela kepada Nabi SAW.
Kemudian, tanah-tanah itu diperbaiki bersama-sama oleh para sahabat Muhajirin dan Anshar; pohon-pohonnya ditebang dan yang tadinya kuburan dibongkar serta dibersihkan, lalu semuanya diratakan, kemudian mereka bekerja bersama-sama mendirikan masjid.
Ketika pekerjaan mendirikan masjid dimulai, yang meletakkan batu pertama adalah Nabi SAW sendiri.
Kemudian, beliau menyuruh Abu Bakar RA supaya meletakkan batu yang kedua di sebelah batu pertama yang diletakkan oleh beliau tadi.
Lalu, sahabat Umar RA  disuruh meletakkan batu yang ketiga di sebelah batu yang telah diletakkan oleh Abu Bakar.
Begitulah berturut-turut sampai kepada sahabat Utsman dan Ali. Kemudian, Nabi SAW bersabda,“Mereka itulah khalifah-khalifah setelahku.”
Lalu, Nabi memerintahkan kepada para sahabat Muhajirin dan Anshar supaya masing-masing meletakkan batu bersama-sama. Selama mendirikan masjid ini, setiap Nabi mengangkat batu, beliau berpantun yang bunyinya, “Barang bawaan ini bukan barang bawaan ke negeri Khaibar, tetapi ini lebih baik dan lebih bersih, ya Tuhanku.”
Lalu beliau bersyair pula yang bunyinya, “Ya Allah, sesungguhnya pahala itu pahala akhirat, karena itu kasihanilah sahabat-sahabat Anshar dan Muhajirin.”
Beberapa hari kemudian, masjid itu selesai didirikan dengan amat sederhananya. Pagarnya terbuat dari batu-batu dan tanah, tiang-tiangnya terbuat dari pohon-pohon kurma, atapnya terbuat dari pelepah-pelepah pohon kurma, halamannya ditutup dengan batu-batu kecil.
Tingginya dibuat setinggi tegaknya manusia lebih sedikit, kiblatnya menghadap ke Baitul Maqdis (waktu itu perintah Allah supaya menghadap ke Baitullah belum turun).
Pintunya ada tiga buah, panjangnya 70 hasta dan lebarnya ada 60 hasta. Di sisi masjid itu didirikan dua kamar untuk tempat tinggal keluarga Nabi. Sebuah untuk Saudah dan lainnya untuk Aisyah.
Masjid itu begitu sederhana, tidak dihiasi, tidak pula ditaruh tikar di dalamnya, dan pada malam hari digantungkan pelepah-pelepah kurma yang dinyalakan sebagai penerangan.
Setelah masjid itu selesai didirikan, pindahlah Nabi dari rumah Abu Ayyub ke rumah yang didirikan di sebelah masjid tersebut.
Sumber: Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad, Jilid II, oleh KH Moenawar Chalil

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *