Makna Ihram

Sebelumnya, pernahkah anda bertanya mengapa kita diwajibkan untuk memakai pakaian ihram pada waktu haji dan umroh ? Lalu mengapa pakaian ihram tersebut tidak boleh dijahit? Dan mengapa harus berwarna putih serta terbuat dari bahan yang sama? Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, maka kita harus merujuk kepada salah satu firman Allah Swt. yang menyatakan bahwa sesungguhnya manusia diciptakan dengan status yang sama yakni sebagai khalifah di bumi (QS. 6:165, QS. 10:14) dan sesungguhnya yang membedakan manusia dihadapan Allah Swt. adalah iman dan taqwa (QS. 49:13). Dengan memakai ihram, maka manusia dibebaskan dari status-status yang bersifat duniawi. Kita tidak akan pernah tahu siapa saja yang sedang berhaji ketika itu, mungkin ada pengusaha, artis, atau mungkin pejabat diantara kita karena ketika kita berhaji, maka satu-satunya status yang melekat pada diri kita adalah sebagai hamba Allah Swt., tidak lebih.
Makna lain yang terkandung dalam pemakaian pakaian ihram adalah sesungguhnya kita menghadap Allah Swt. dalam ketelanjangan. Itu sebabnya kita dilarang untuk menjahit ihram. Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa kita datang menghadap Allah Swt. dalam ketelanjangan? Sebenarnya hal tersebut merupakan perumpamaan dimana kita diminta untuk menghadap Allah Swt. dengan apa adanya, tidak terjebak oleh materi-materi duniawi, seperti pakaian sehari-hari yang, kembali, dapat melekatkan kita kepada status yang ada di dalam masyarakat.
Selain itu, pernahkah anda menyadari bahwa dengan memakai ihram, sesungguhnya kita diingatkan bahwa kehidupan di dunia ini tidaklah abadi, melainkan hanya senda gurau belaka (QS. 29:64). Dalam hal ini, pakaian ihram dianalogikan sebagai kain kafan yang setiap saat dapat membalut tubuh kita. Untuk itu kita harus menyadari benar konsep inna lillahi wa inna ilaihi rajiā€™un yang mengandung arti bahwa kita semua adalah makhluk ciptaan Allah Swt. dan kepada-Nyalah kita akan kembali.
Pemaparan di atas merupakan makna dari ihram apabila ditinjau dari dimensi yang pertama, yaitu dimensi vertikal. Lalu apakah makna ihram apabila dilihat dari dimensi yang kedua, yaitu horizontal? Sesungguhnya, makna yang terkandung sangatlah sederhana yaitu kita diminta untuk menanggalkan segala kepalsuan dan diminta untuk senantiasa bertindak apa adanya. Salah satu budaya negatif dari masyarakat Indonesia yang mengandung unsur kepalsuan tersebut adalah budaya hipokrit atau mungkin kita lebih mengenalnya dalam kalimat asal bapak senang (ABS). Hipokrit atau munafik, merupakan suatu sikap dimana kita melegalkan kedustaan demi tercapainya keinginan pribadi. Sebagai contoh, kita sering mendengar seseorang memuji atasannya demi kenaikan pangkat, bukan karena atasannya memang layak untuk dipuji karena kepribadiannya ataupun etos kerjanya.
Di samping itu, dengan memakai pakaian ihram kita disadarkan untuk melepaskan diri dari kesombongan, klaim superioritas, maupun ketidaksamaan derajat atas manusia yang lain. Oleh karena itu, kita diharuskan agar senantiasa berbuat baik serta mengedepankan sikap untuk saling menghormati dengan sesama. Apabila hal ini dapat terwujud, maka cita-cita akan perdamaian, toleransi, ataupun kerukunan masyarakat akan lebih mudah untuk direalisasikan.