Ketika melakukan thawaf di sekitar Ka’bah selama melakukan ibadah haji, Hajar Aswad menjadi tempat pertanda dimulai dan selesainya rukun haji itu. Lokasinya di sudut timur Ka’bah. Para jamaah biasa mencium batu hitam tersebut. Jika tempat itu terlalu ramai, cukup dengan menyentuh dengan satu tangan saja.
Umar bin Khathab, salah seorang sahabat yang paling dekat dengan Rasulullah, pernah berdiri di atas Hajar Aswad saat thawaf. Ia kemudian berkata, “Demi Allah, aku tahu bahwa kau adalah sebuah batu yang tidak dapat berbuat apa-apa. Kalau aku tidak melihat Rasul SAW mencium-mu, aku tidak akan menciummu.” (HR Bukhari)
Umar menempatkan persoalan Hajar Aswad dalam perspektif yang tepat. Ia mengganggap Hajar Aswad sebagai batu biasa yang tidak berbeda dari batu lainnya.
Umar jelas tahu batu itu tidak akan mendenganya, kata-katanya ditujukan kepada orang -orang yang ada di sekitarnya. Mencium batu hitam hanyalah semata-mata menirukan perbuatan nabi. Ia percaya nabi mengajarkan sesuatu yang baik. Hajar Aswad hanya sebagai pertanda untuk awal dan akhirnya suatu ritual ibadah tertentu, dalam hal ini thawaf.
Hajar Aswad merupakan batu yang unik. Tak ada perubahan bentuk tekstur walaupun batu ini telah bertahun-tahun batu ini disentuh dan dicium. Batu ini tahan terhadap banjir, api dan kondisi lainnya. Beberapa kali dilakukan renovasi Ka’bah tanpa mengubah posisi batu dari surga ini.
Sejarah Hajar Aswad tak lepas dari sejarah Nabi Ibrahim yang mendapat perintah dari Allah untuk membangun Ka’bah.
Nabi Ibrahim mulai membangun Ka’bah, sedangkan Ismail menyodorkan batu untuknya. Ibrahim berkata pada Ismail, “Bawakan batu yang paling bagus, aku akan meletakkannya di salah satu sudut ini agar menjadi tanda bagi manusia.”
Jibril lalu memberi tahu Ismail tentang Hajar Aswad: Batu yang diturunkan Allah dari surga. Ismail pun menyodorkannya dan Ibrahim meletakkan pada tempatnya. Selama membangun, mereka berdua senantiasa berdoa, “Ya Rabb kami, terimalah (amal) dari kami, sungguh Engkaulah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 127).
Ketika kita menciumnya, itu hanyalah sebagai tanda dari ritual ibadah saja, bukan bagian dari ibadah itu. Siapa pun yang berpikir batu hitam bisa mencegah bahaya dan membawa manfaat adalah salah besar.
Batu hitam yang khusus diturunkan Allah SWT dari surga dinamakan Hajar Aswad. Batu itu terletak di sudut Kabah, tepatnya di pinggir pintu Kabah. Menyentuh Hajar Aswad, menciumnya, dan melambaikan tangan kepadanya adalah lambang kesetiaan dan kepatuhan mutlak kepada Allah SWT. Itulah yang dilakukan jamaah haji saat tawaf di pelataran Kabah.
Zaman dahulu, di suku-suku Arab selalu mengikat perjanjian satu sama lain dengan diakhiri berjabat tangan atau bersalaman. Perjanjian atau kesepakatan itu biasanya untuk mendapatkan jaminan keselamatan selama mereka menempuh perjalanan di padang pasir yang luas, baik keselamatan dirinya sendiri maupun keselamatan barang dagangannya.
Jabat tangan itu merupakan kesepakatan dan kesetiaan. Sebagaimana bersalaman dalam perjanjian suku-suku Arab tersebut, lambaian tangan kepada Hajar Aswad sebenarnya merupakan cara lain untuk mengungkapkan kesetiaan manusia kepada Allah SWT.
Kesetiaan tersebut perlu ditunjukkan agar mereka mendapatkan jaminan keselamatan selama menempuh perjalanan dalam kehidupan di dunia ini. Dengan ‘bersalaman’ dengan Hajar Aswad berarti menusia telah sepenuhnya menggantungkan hidup dan keselamatannya kepada Allah SWT.
Sumber:
– Arab News
– Panduan Super Lengkap Haji & Umrah, Oleh Aguk Irawan MN