Sumber : http://salmanitb.com/2011/08/ramadan-dan-menjamu-musafir-di-turki/
Ramadhan kali ini saya berkesempatan untuk menjalaninya di kota Izmir, Turki. Atmosfer Ramadan di sini berbeda dengan di Indonesia. Kalau di Indonesia suasana Ramadan ramai dengan hiruk pikuk penjual minuman ataupun makanan ta’jil, tidak berlaku untuk Turki. Pada bulan Ramadan, justru kebanyakan masyarakat Turki menghabiskan waktu di dalam rumah. Mereka ingin menghindari perbuatan-perbuatan yang sia-sia ataupun berdosa di luar.
Izmir yang terletak di dekat laut Aegea, memiliki pantai yang indah. Karena letaknya yang relatif sangat dekat dengan laut, menjadikan kota ini bersuhu sekitar 40o-45o C pada musim panas. Saya mengalami durasi bulan puasa yang cukup lama, sekitar 16 jam. Imsak di Izmir sekitar pukul 04.15, sedangkan maghrib sekitar pukul 20.30. Bisa Anda bayangkan lamanya waktu untuk puasa di Turki, bukan?
Saya jadi teringat ketika saya dan 2 orang teman shalat ashar di masjid dekat penginapan kami (rombongan Indonesia). Saat itu, kami bertemu dengan sosok pria turki yang berbahasa Inggris. Awalnya kami agak kaget, karena jarang sekali orang Turki yang kami jumpai bisa berbahasa Inggris. Masyarakat Turki memiliki jiwa nasionalis yang tinggi dan mereka hanya belajar bahasa Inggris ketika di bangku SMP. Itu pun hanya setahun.
Setelah lama kami berbincang-bincang, ternyata dia adalah guru Bahasa Inggris di sebuah SMP di Turki. Dia senang sekali berjumpa dengan muslim dari Indonesia (belahan bumi lain). Hal yang saya tangkap dari perbincangan dengannya, dia mengagumi Indonesia yang memiliki jumlah muslim yang banyak.
Sebelumnya dia mempunyai teman yang pernah umrah dan bertemu orang Indonesia. Temannya bercerita bahwa orang Indonesia ramah-ramah dan sering sekali pergi ke Mekah untuk umrah ataupun haji di sana. Malah ada yang bilang, biasanya orang Indonesia berbulan madu di Mekah. Terus terang saya agak terkejut. Kami hanya membalas cerita itu dengan “Amin”.
Pria Turki yang berbincang lama dengan kami tadi mengajak buka puasa di flatnya. Di Turki, rumah-rumah umumnya berupa rumah susun (apartemen).
Akhirnya waktu buka puasa pun tiba, dan kami berbuka puasa di rumah seorang guru Bahasa Inggris tadi. Namanya Yilmaz. Tak lupa sebelum memulai buka puasa, dia memperkenalkan temannya yang berprofesi sebagai imam masjid, istri serta anaknya yang masih kecil. Kami disambut dengan hangat oleh keluarga dan temannya itu.
Di Turki, mereka tidak terbiasa dengan mencampur-campur makanan seperti kita. Jika mereka sedang makan nasi, maka mereka makan hanya nasi. Jika makan sup, maka yang dimakan hanya sup. Kami menyantap hidangan buka puasa dalam 4 sesi.
Sesi pertama kami dijamu dengan Corba, kalau Bahasa Turkinya corba. Setelah itu dilanjutkan dengan hidangan nasi berbumbu dengan acar. Sebelum makanan penutup, kami disuguhi makanan khas Turki yaitu Pide. Pide bentuknya seperti pizza, hanya saja rotinya agak sedikit tipis. Ada taburan daging sapi dan bumbu di atasnya.
Terakhir hidangan penutup kami adalah es krim. Berbeda dengan di Indonesia, hidangan penutup di Turki umumnya memiliki rasa yang sangat manis seperti es krim ini. Tidak lupa ketika berpamitan, dia membungkus pide dalam jumlah yang banyak untuk santapan sahur.
Dia pun tidak menerima imbalan. Dia hanya meminta didoakan. Katanya sesama muslim harus saling mendoakan, mungkin kita akan bertemu kembali, entah itu di dunia ataupun di padang mahsyar nanti.
Sebenarnya bukan kali pertama saya bertemu dengan masyarakat Turki yang baik hati seperti ini. Sebelumnya, di kota Samsun dan Istanbul, kami pernah bertemu dengan muslim Turki yang ingin menjamu kami di rumahnya.
Sepertinya budaya menjamu musafir sudah melekat di dalam pribadi mereka. Mereka sangat antusias dalam menolong musafir yang datang ke tempatnya. Padahal mereka baru saja bertemu dengan kami.
Semoga ini bisa menjadi contoh untuk kita di Indonesia. Untuk saling berbagi dan menolong. Ramadhan masih ada beberapa hari lagi. Yuk kita saling berbagi dan menolong sesama.
Saya jadi teringat ketika saya dan 2 orang teman shalat ashar di masjid dekat penginapan kami (rombongan Indonesia). Saat itu, kami bertemu dengan sosok pria turki yang berbahasa Inggris. Awalnya kami agak kaget, karena jarang sekali orang Turki yang kami jumpai bisa berbahasa Inggris. Masyarakat Turki memiliki jiwa nasionalis yang tinggi dan mereka hanya belajar bahasa Inggris ketika di bangku SMP. Itu pun hanya setahun.
Setelah lama kami berbincang-bincang, ternyata dia adalah guru Bahasa Inggris di sebuah SMP di Turki. Dia senang sekali berjumpa dengan muslim dari Indonesia (belahan bumi lain). Hal yang saya tangkap dari perbincangan dengannya, dia mengagumi Indonesia yang memiliki jumlah muslim yang banyak.
Sebelumnya dia mempunyai teman yang pernah umrah dan bertemu orang Indonesia. Temannya bercerita bahwa orang Indonesia ramah-ramah dan sering sekali pergi ke Mekah untuk umrah ataupun haji di sana. Malah ada yang bilang, biasanya orang Indonesia berbulan madu di Mekah. Terus terang saya agak terkejut. Kami hanya membalas cerita itu dengan “Amin”.
Pria Turki yang berbincang lama dengan kami tadi mengajak buka puasa di flatnya. Di Turki, rumah-rumah umumnya berupa rumah susun (apartemen).
Akhirnya waktu buka puasa pun tiba, dan kami berbuka puasa di rumah seorang guru Bahasa Inggris tadi. Namanya Yilmaz. Tak lupa sebelum memulai buka puasa, dia memperkenalkan temannya yang berprofesi sebagai imam masjid, istri serta anaknya yang masih kecil. Kami disambut dengan hangat oleh keluarga dan temannya itu.
Di Turki, mereka tidak terbiasa dengan mencampur-campur makanan seperti kita. Jika mereka sedang makan nasi, maka mereka makan hanya nasi. Jika makan sup, maka yang dimakan hanya sup. Kami menyantap hidangan buka puasa dalam 4 sesi.
Sesi pertama kami dijamu dengan Corba, kalau Bahasa Turkinya corba. Setelah itu dilanjutkan dengan hidangan nasi berbumbu dengan acar. Sebelum makanan penutup, kami disuguhi makanan khas Turki yaitu Pide. Pide bentuknya seperti pizza, hanya saja rotinya agak sedikit tipis. Ada taburan daging sapi dan bumbu di atasnya.
Terakhir hidangan penutup kami adalah es krim. Berbeda dengan di Indonesia, hidangan penutup di Turki umumnya memiliki rasa yang sangat manis seperti es krim ini. Tidak lupa ketika berpamitan, dia membungkus pide dalam jumlah yang banyak untuk santapan sahur.
Dia pun tidak menerima imbalan. Dia hanya meminta didoakan. Katanya sesama muslim harus saling mendoakan, mungkin kita akan bertemu kembali, entah itu di dunia ataupun di padang mahsyar nanti.
Sebenarnya bukan kali pertama saya bertemu dengan masyarakat Turki yang baik hati seperti ini. Sebelumnya, di kota Samsun dan Istanbul, kami pernah bertemu dengan muslim Turki yang ingin menjamu kami di rumahnya.
Sepertinya budaya menjamu musafir sudah melekat di dalam pribadi mereka. Mereka sangat antusias dalam menolong musafir yang datang ke tempatnya. Padahal mereka baru saja bertemu dengan kami.
Semoga ini bisa menjadi contoh untuk kita di Indonesia. Untuk saling berbagi dan menolong. Ramadhan masih ada beberapa hari lagi. Yuk kita saling berbagi dan menolong sesama.
Ayo ke Turki bersama Saibah Biro Umroh dan Haji Plus dan dalam Program Promo Umroh Plus Turki 2013